Merajut Luka

 






Sebenarnya apa tujuan hidup? Untuk apa kita mengenal luka dan pedih? Dan sekali lagi, pantaskah kita mendapatkan cinta?

 Untuk memaknainya, untuk memaknai apa tujuan kita meniti jalan itu. Untuk mengambil pelajaran dari setiap langkah yang kita ambil. Dan apa akhir dari perjalanan itu? Untuk mengambil hikmahnya, ilmunya, lalu untuk apa kita mengenal luka dan pedih? Untuk mengenal diri kita sendiri. Untuk mencari apa arti obat sebenarnya. Dan apakah kita pantas mendapatkan cinta? Sebelum itu, tanyakan pada dirimu sendiri, apa arti cinta untukmu?

 

    Sejak kecil, Nanda tumbuh dalam bayang-bayang luka. Dikhianati oleh teman teman yang seharusnya mendukungnya, ia belajar menyimpan amarah, kecewa, dan rasa kehilangan dalam diam. Hari-harinya diwarnai hitam putih dengan pertanyaan: mengapa Tuhan membiarkannya terluka? Mengapa dunia terasa begitu kejam, sementara dia hanya ingin hidup tenang?

 

Waktu berjalan, tapi luka itu tak pernah sembuh—hanya mengeruh, makin dalam, makin gelap. Nanda tumbuh menjadi seseorang yang terlihat kuat, namun rapuh di dalam. Ia mulai berpikir bahwa takdir tak pernah berpihak padanya, dan bahwa hidup hanya rangkaian sakit yang tiada ujungnya

 

Namun, di tengah jalan yang kelam, Tuhan selalu punya cara untuk membuka matanya. Entah lewat pertemuan tak terduga, kata-kata sederhana dari orang asing, atau keheningan malam yang tiba-tiba terasa hangat. Merajut Luka adalah kisah tentang bagaimana kita berdamai dengan luka, dengan sakit yang merantai, dan hal hal yang tidak bisa kita kendalikan, namun juga tentang cahaya yang perlahan muncul di sela-sela retakan hati.

 

Ini bukan cerita tentang pelarian. Ini cerita tentang menerima dan berdamai—pada diri sendiri, pada harapan yang selalu tidak sesuai, dan pada Tuhan yang selalu punya cara agar kita kembali bersyukur.

 

 

 

Post a Comment

0 Comments